Minggu, 31 Januari 2010

Kalajengking Obati Gangguan Peredaran Darah


Tak banyak orang tahu khasiat kalajengking bagi pengobatan. Padahal, menurut Dr William Adi Teja, MMed dari Klinik Utomo Chinese Medical Center, Jakarta, semua binatang merayap, termasuk kalajengking, berkhasiat melancarkan peredaran darah.

“Hewan-hewan merayap ampuh untuk mengobati penyumbatan pembuluh darah kronis. Obat-obat dari bahan herbal atau hewan lain tak mampu, tapi binatang merayap ini dapat mengobati keluhan akibat penyumbatan darah,” tutur Dr William.
Selain melancarkan peredaran darah, hewan berbisa dan beracun ini juga mampu menyembuhkan penyakit stroke, jantung, dan sirosis hati. Kata Dr William, bukan racunnya yang dipakai untuk mengobati penyakit, melainkan daging bagian ekor. Itu pun setelah zat racun hewan yang berkembang biak setahun sekali ini dinetralisasi.

Menurut Prof Gopalakrishnakone, PhD, DSc dari Fakultas Kedokteran National University of Singapore, bisa dan racun kalajengking tak selamanya berbahaya. Mekanisme kerjanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pengobatan, di antaranya sebagai penghilang rasa sakit, pereda ketegangan otot, antikanker, antimikroba, dan antikejang.

Kini sejumlah obat telah dihasilkan dari bisa dan racun alami, misalnya racun botulinum dari bakteri anaerobik yang mencemari makanan kaleng. Racun ini juga dimanfaatkan untuk terapi strabismus (mata juling), blepharospasm (kejang kelopak mata), dan vagisnismus (kekejangan otot vagina). Arvin dari racun ular berbisa digunakan untuk mengatasi gangguan penggumpalan darah.

Dijelaskan oleh Gopalakrishnakone, pada tahun 1998 Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) mengkaji dan menyetujui peredaran empat obat berbahan dasar racun, baik bisa ular, kalajengking, laba-laba, maupun kerang kerucut. Racun dan bisa itu adalah aggrostatin untuk mengobati angina, captopril untuk tekanan darah tinggi, conotoxin untuk anestesi saraf tulang belakang, dan chlorotoxin untuk pengobatan tumor otak.

Sayangnya, kata Dr William, kandungan kimiawi hewan yang dapat hidup hingga 5 tahun ini belum diketahui lebih lanjut. Meski demikian, dalam teori pengobatan traditional chinese medicine, kalajengking merupakan salah satu jenis serangga, bersama kelabang dan kecoak, yang paling banyak digunakan masyarakat China untuk pengobatan.

Sementara itu, untuk mengobati sakit akibat sengatan hewan ini, masyarakat Jawa secara turun-temurun selalu menyiramnya dengan amonia atau air seni. Hal itu akan menghilangkan rasa sakit dan bengkak akibat gigitan hewan ini.

Jahe penetralisasi
Menurut Dr William, dalam memanfaatkan kalajengking untuk terapi pengobatan, tentu juga harus diingat keganasan racun dan bisa yang dikeluarkan hewan ini. Kita tak bisa sekonyong-konyong mengonsumsi kalajengking untuk pengobatan. Ada beberapa cara menetralisasi racun dan bisa kalajengking supaya dapat dimanfaatkan untuk pengobatan.

“Sejauh pengamatan dan pengalaman selama ini, cara untuk menetralisasi racun kalajengking adalah dengan memasaknya bersama jahe. Setelah itu, kalajengking tidak dianjurkan untuk dimasak kembali. Hal ini untuk mencegah hilangnya zat-zat aktif yang terkandung dalam hewan ini. Setelah itu, dianjurkan hewan ini segera dikeringkan atau diblender menjadi bubuk,” papar Dr William.

Bila kalajengking yang sudah ternetralisasi racunnya dimasak kembali dengan ramuan obat lain, lanjutnya, hal itu tidak akan membawa manfaat lebih karena fungsi atau manfaatnya sudah hilang. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar kalajengking diblender kemudian dibuat bubuk. Proses demikian berlaku bagi binatang merayap lain jika digunakan untuk konsumsi obat.

Sirosis hati
Di China bagian utara, kalajengking dijual bebas. Di pinggir-pinggir jalan, kalajengking dijual dalam bentuk kalajengking panggang atau sate. Harga yang ditawarkan untuk 1 sate kalajengking sepanjang 5 cm sekitar 30 yuan (setara dengan Rp 33.000).

Sebelum menjualnya, pedagang di China mengolah kalajengking berdasarkan rahasia pengobatan China kuno, yaitu merebusnya dengan air jahe. Dari hasil wawancara Dr William dengan pedagang di sana, untuk menetralkan racun juga bisa dengan cara menggoreng kalajengking bersama batu tawas.

Meski di China utara kalajengking ramai diperdagangkan, tidak demikian di bagian lain dari negeri China. Hal ini dimungkinkan karena ada juga masyarakat China yang tidak tahu cara memanfaatkan kalajengking untuk pengobatan. Itulah kenapa pedagang obat tradisional China selalu menjualnya dalam bentuk bubuk atau pil.
Diingatkan olehnya, dosis sehari mengonsumsi bubuk kalajengking tidak boleh lebih dari 2 gram. Jika terlalu banyak, dapat mengakibatkan alergi dan sesak napas.

Secara empiris, kata Dr William, pasiennya sembuh dari gangguan penyempitan pembuluh darah setelah sebulan mengonsumsi bubuk kalajengking sebanyak 0,3 gram sehari. Menurut dia, dosis tersebut akan diturunkan apabila kondisi pasien mulai membaik. Ia menegaskan, konsumsi kalajengking harus dihentikan bila tubuh sudah menunjukkan gejala alergi.

Secara khusus ia menegaskan, dalam praktik ia jarang memberikan ramuan kalajengking dalam bentuk tunggal. Ia lebih sering mengombinasikan berbagai macam herbal dan hewan lain, baru memberikan bubuk kalajengking sesuai dengan takaran. Contohnya, untuk penyakit sirosis hati, ia selalu meresepkan lebih dari 15 macam ramuan. Jenisnya antara lain batok penyu, alang-alang, kunyit, dan 0,2 gram bubuk kalajengking. Katanya, ”Pemakaian kalajengking pada kasus sirosis hati berfungsi untuk menggempur hati yang mulai mengeras.” @ Hendra Priantono

KOMPAS.COM

0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers